Sabtu, 19 April 2014

Melestarikan Budaya Bersama Galeri Indonesia Kaya

GIK merupakan wadah pertukaran informasi mengenai seni dan budaya Indonesia, diharapkan dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap kebudayaan Indonesia.

DENGAN paduan warnahitam dan putih, pintu masuk GaleriIndonesia Kaya (GIK) sekilas terlihat sangat modern dan minimalis. Di depan pintu, tiga buah layar multimedia terpampang. Di lorong masuk, tampak panel-panel elektronik lainnya berderet di dinding.

Dari layar multimedia yang berada di area Sapa Indonesia, sejumlah pemuda-pemudi berpakaian adat menyapa pengunjung saat memasuki pintu.

Rasa kekinian pun segera berbaur dengan kentalnya nilai-nilai budaya saat pengunjung masuk lebih dalam ke GIK.

Berbagai ornamen tradisional khas nusantara Indonesia semisal rotan, batok kelapa, motif parang, bunga melati dan batik--tampak menghiasi sudut-sudut GIK.

Kombinasi antara teknologi dan nilai-nilai budaya menjadi ciri khas galeri yang terletak di area Grand Indonesia, West Mall, lt 8 Jakarta itu. Apalagi, ruang publik yang satu ini memang didirikan untuk generasi muda yang dekat dengan gaya hidup digital.

“GIK merupakan wadah pertukaran informasi mengenai seni dan budaya Indonesia. Berlokasi di kawasan perbelanjaan ibukota, ruang publik ini diharapkan dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap kebudayaan Indonesia di kalangan generasi muda dan insan kreatif,“ ujar Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menurut Renitasari, ide pendirian GIK berawal dari kurangnya jumlah ruang publik dan fasilitas yang mampu mewadahi kreativitas seniman muda di Jakarta. Selain itu, informasi tentang budaya Indonesia yang mudah dan menyenangkan untuk dipelajari dan diakses juga sangat terbatas.

“Karena itu, kita bangun sebuah ruang edutainment seni dan budaya Indonesia di pusat kota yang dikemas dengan cara yang kekinian agar mudah diterima oleh masyarakat,“ ujarnya.

Konsep digital begitu kental di GIK. Setelah area Sapa Indonesia selanjutnya, pengunjung bisa menonton video mapping dengan bentuk wayang kulit yang menceritakan penggalanpenggalan kisah Mahabarata..

Selain itu, pengunjung juga bisa mengetahui berbagai informasi mengenai budaya Indonesia dari dua panel khusus, yakni Kaca Pintar Indonesia dan Jelajah Indonesia. Jelajah Indonesia merupakan panel layar sentuh yang membahas seluk beluk budaya Indonesia dari berbagai sisi, seperti dari sisi pariwisata, kesenian, tradisi dan kuliner.

Adapun Kaca Pintar Indonesia merupakan panel kontributor.
Di panel ini, semua orang dapat mengirimkan karya mereka yang berhubungan dengan budaya, untuk kemudian dikurasi dan ditampilkan. Kaca Pintar Indonesia dibagi menjadi tiga jenis yakni, Kaya Alam, Kaya Budaya dan Kaya Kuliner.

Semua informasi tersebut juga bisa diakses langsung dengan mengunjungi http://www.indonesiakaya.com.

Selain sebagai sumber informasi mengenai budaya, GIK juga dapat dipakai oleh para insan kreatif sebagai sarana mengekspresikan diri mereka.

GIK menyediakan auditorium luas yang bisa digunakan untuk berbagai macam kegiatan dan seni pertunjukan secara gratis. Bagi mereka yang ingin menonton pertunjukan di GIK juga tidak akan dipungut biaya.

Sejak diresmikan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu, pada 10 Oktober 2013, sejumlah pertunjukan seni telah banyak digelar GIK. Juni lalu, GIK menggelar Festival Erau khas Tenggarong, Kalimantan Timur sedangkan pada Mei 2014, Spektakular Budaya Kalimantan Barat dibawakan Kandank Jurank Doang, komunitas seni didikan Dik Doank. (Deo/S-25/MEDIA INDONESIA, 15/04/2014, HALAMAN : 3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar