MAYORITAS masyarakat masih meyakini negeri ini kaya minyak bumi. Akibatnya di saat cadangan dan produksi menurun, rakyat tetap boros mengonsumsi bahan bakar minyak (BBM) subsidi.
“Cadangan minyak Indonesia hanya 3,7 miliar barel dibandingkan Venezuela yang 300 miliar barel, 90 kali lipat kita atau Arab Saudi yang 260 miliar barel,“ ujar Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo di Jakarta, Sabtu (11/10).
Cadangan minyak itu tidak sebanding dengan populasi Indonesia yang mencapai 250 juta jiwa. “Rakyat Venezuela hanya 40 juta jiwa dan Arab Saudi 25 juta.“
Pun dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6% dan kenaikan populasi 1,1% dalam 10 tahun terakhir mendorong kebutuhan energi nasional naik 8% per tahun.Sementara, penyediaan BBM 1,5 juta barel per hari (bph) dengan 850 ribu-900 ribu bph di antaranya dari impor. Beban biaya impor BBM US$100 juta-US$ 120 juta per hari.
“Di 2020 kebutuhan bisa 2,2 juta bph di saat produksi 400 ribu-500 ribu bph. Jadi impor bisa 1,8 juta bph, setara US$220 juta atau Rp2,4 triliun per harinya,“ ucap Susilo.
Di kesempatan sama, Plt Direktur Utama Pertamina Muhamad Husen menyatakan bakal memperbarui (upgrading) lima kilang. “Upgrading untuk menambah kapasitas di atas 700 ribu bph. Bisa 900 ribu bph dalam lima tahun setelah kilang baru terbangun,“ paparnya.
Sementara itu, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara, menyarankan harga BBM subsidi naik sebelum normalisasi suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed. “Dengan subsidi besar, diversifikasi (energi non-BBM) sulit terjadi,“ ujarnya di Bali, Sabtu (11/10). (Ire/ Dro/E-4) Media Indonesia, 13/10/2014, hal : 17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar